Materi & Soal Ekspresi Perasan melalui Teks Deskripsi untuk Kelas 9 | Bahasa Indonesia SMP

Table of Contents
teks-deskripsi

Teks deskripsi adalah teks yang bertujuan untuk menggambarkan suatu objek, suasana, tempat, atau perasaan secara jelas dan rinci sehingga pembaca seolah-olah bisa merasakan langsung apa yang dituliskan. Dalam teks ini, penulis menggunakan kata-kata yang menggugah pancaindra agar gambaran yang disampaikan terasa hidup.

Dalam artikel ini, kamu akan mempelajari bagaimana perasaan dapat diekspresikan melalui teks deskripsi. Kami juga menyediakan ringkasan materi dan soal-soal latihan yang bisa kamu gunakan untuk belajar secara mandiri maupun bersama teman.

Kalau kamu sedang mencari pembahasan teks deskripsi khusus untuk kelas 7 SMP, kamu bisa melihat artikel kami yang lain di tautan ini.

Catatan:
Soal-soal yang tersedia tidak harus dikerjakan semua untuk dikumpulkan. Silakan kerjakan sesuai instruksi guru atau sesuai kebutuhan belajarmu. Tapi jika ingin mengasah kemampuan lebih jauh, sangat dianjurkan untuk mencoba semuanya.

Ringkasan Materi

  1. Teks deskripsi berfungsi untuk menggambarkan kejadian dan perasaan agar pembaca bisa merasakan dan mengalami langsung.
  2. Teks deskripsi yang mengungkapkan perasaan biasanya menjadi bagian tambahan dalam cerpen atau novel, sedangkan yang menggambarkan peristiwa umumnya terdapat dalam teks berita.
  3. Struktur teks deskripsi terdiri dari:
    1. Judul: bagian yang menunjukkan isi utama teks.
    2. Deskripsi Umum: bagian yang memberikan gambaran umum mengenai objek atau peristiwa kepada pembaca.
    3. Deskripsi Bagian: bagian yang memaparkan detail secara rinci tentang objek atau peristiwa yang dideskripsikan.
    4. Penutup: bagian yang berisi kesan penulis terhadap objek atau peristiwa yang telah dideskripsikan.
  4. Kaidah kebahasaan teks deskripsi meliputi:
    1. Pemakaian kata sifat untuk menjelaskan objek, peristiwa, atau perasaan.
    2. Pemakaian kata benda untuk menunjukkan objek, peristiwa, atau perasaan yang dideskripsikan.
    3. Pemakaian kata kerja aksi untuk menggambarkan perilaku atau kondisi objek, peristiwa, atau perasaan.
    4. Pemakaian kata kerja mental yang digunakan untuk menyampaikan perasaan pribadi penulis.
    5. Pemanfaatan kata dengan makna tambahan (konotatif) dan makna kias (majas, salah satu gaya bahasa).
  5. Makna denotatif adalah makna sebenarnya atau makna yang apa adanya.
  6. Makna konotatif adalah makna yang diberikan tambahan dari makna biasa sehingga menciptakan kesan baru.
  7. Makna kias adalah makna perbandingan antara satu objek dengan objek lain, yang sering disebut majas.

Soal Teks Deskripsi

Teks 1: Dermaga Tua

(1) Dermaga tua itu masih berdiri, meski napasnya terdengar berat dan tersengal setiap kali ombak memukul tubuhnya. Kayu-kayu ulin yang menghitam legam oleh garam dan waktu menjadi tulang-belulang dari seekor binatang purba yang menolak mati. Di beberapa bagian, paku-paku besar telah menyerah pada karat, meninggalkan lubang-lubang menganga seperti pori-pori kulit yang terbuka, mengeluarkan aroma asin yang pekat. Angin laut yang datang tak lagi disambut dengan gagah, melainkan dengan derit lirih yang panjang, seolah mengadukan kelelahannya pada langit yang acuh tak acuh.

(2) Sore ini, langit adalah sebuah lukisan muram. Warna jingga yang seharusnya megah tampak pucat dan sakit-sakitan, merambati awan-awan kelabu yang menggumpal seperti kapas kotor. Laut di bawah dermaga tampak tenang, nyaris mati, permukaannya licin seperti cermin retak yang hanya memantulkan kehampaan. Beberapa perahu nelayan tertambat di kejauhan, terombang-ambing pelan dalam irama yang monoton, seperti jasad-jasad lelah yang menolak untuk tenggelam sepenuhnya. Kehidupan seakan telah menarik diri dari tempat ini, meninggalkan sunyi sebagai satu-satunya penguasa.

(3) Aku duduk di ujung dermaga, tempat di mana papan terakhir telah lapuk dimakan usia, membiarkan kakiku menjuntai ke arah kehampaan. Aroma anyir laut bercampur dengan wangi kayu lapuk menusuk hidung, sebuah parfum kenangan yang selalu berhasil menarikku kembali ke masa lalu. Di sinilah dulu Ayah mengajariku cara melempar jala. Tangannya yang kasar dan kapalan terasa hangat saat memandu tanganku. "Lihat," katanya, "laut ini punya nyawa. Kau harus belajar mendengarkan napasnya, bukan melawannya." Suaranya yang berat dan serak kini hanya angin yang berdesir di telingaku.

(4) Dongeng-dongengnya tentang ikan-ikan raksasa sebesar anak kerbau yang mendiami palung di seberang pulau selalu berhasil membuat mataku berbinar. Ia bercerita dengan semangat yang meluap-luap, seolah ia sendiri pernah bertarung dengan makhluk-makhluk itu. Bagiku saat itu, Ayah adalah seorang raksasa, lebih kuat dari badai dan lebih bijaksana dari laut itu sendiri. Dermaga ini adalah panggungnya, dan aku adalah penonton satu-satunya yang terpukau.

(5) Namun, panggung itu kini kosong. Dongeng itu telah usai. Laut tak lagi seramah dulu, dan ikan-ikan raksasa itu mungkin hanya ada dalam imajinasi Ayah yang kesepian. Dermaga ini, seperti halnya diriku, hanyalah sisa-sisa dari sebuah cerita yang telah kehilangan tokoh utamanya. Setiap kali ombak kecil membentur tiang, aku seakan mendengar gema suara Ayah yang tertawa. Sebuah gema yang semakin lama semakin pudar, ditelan oleh suara angin yang kini terdengar seperti isak tangis panjang dari dasar samudra.

1. Objek utama yang dideskripsikan dalam teks tersebut adalah....

2. Suasana yang paling dominan digambarkan dalam teks "Dermaga Tua" adalah....

3. Bagian deskripsi umum yang memperkenalkan kondisi fisik objek secara detail terdapat pada paragraf nomor....

4. Pernyataan berikut yang tidak sesuai dengan isi teks adalah....

5. Perhatikan kutipan berikut: "Warna jingga yang seharusnya megah tampak pucat dan sakit-sakitan..." Kutipan tersebut menggunakan gaya bahasa personifikasi untuk menggambarkan deskripsi tentang....

6. Makna kiasan dari frasa "tulang-belulang dari seekor binatang purba yang menolak mati" adalah....

7. Paragraf yang secara khusus mendeskripsikan kenangan indah tokoh bersama ayahnya adalah....

8. Kesan penutup yang ingin disampaikan penulis pada paragraf terakhir adalah....

Teks 2: Lorong Belakang

(1) Tidak ada yang pernah mau melewati lorong di belakang gedung sekolah kami jika matahari sudah condong ke barat, saat bayangan mulai memanjang dan menelan warna. Lorong itu sempit dan pengap, sebuah urat nadi buntu yang diapit oleh dinding gudang olahraga yang kusam dan tembok tinggi berlumut milik pabrik tua. Cahaya matahari seolah enggan menyentuh dasarnya, membuatnya selalu tampak muram dan lembap, seperti dasar sumur yang tak pernah kering.

(2) Aroma di lorong itu adalah campuran yang ganjil dan membuat mual: bau tanah basah, wangi samar kapur barus dari gudang yang bercampur dengan bau karat, dan yang paling aneh, selalu ada sedikit bau amis seperti daging mentah yang dibiarkan terlalu lama. Dedaunan kering dan sampah plastik kerap menumpuk di sudut-sudutnya, berkeresak setiap kali angin nekat menyelinap masuk. Suara keresak itu tidak wajar, terlalu renyah, seperti suara tulang-tulang kecil yang dipatahkan.

(3) Dulu, kata orang-orang, lorong itu adalah jalan pintas yang hidup. Namun, ia mati mendadak sejak peristiwa hilangnya Laras, seorang siswi pendiam, beberapa tahun silam. Tidak ada bukti, tidak ada saksi, tidak ada jejak. Ia hanya lenyap seolah dilipat oleh lorong itu dan disembunyikan di dimensi lain. Sejak saat itu, pintu akses menuju kampung ditutup rapat dengan seng berkarat yang dipaku mati. Lorong itu resmi menjadi sebuah monumen kesedihan yang dijauhi semua orang.

(4) Aku memberanikan diri melangkah masuk, merasakan keheningan yang berbeda. Keheningan di sini bukan kosong, melainkan padat, berisi tatapan dari puluhan mata tak terlihat yang menempel di dinding berlumut. Setiap langkah terasa berat, seperti berjalan melawan arus sungai tak kasatmata. Tiba-tiba, dari ujung lorong yang gelap, aku mendengar suara... suara seperti kain basah yang diseret di atas lantai beton. Suara itu berhenti, lalu disusul oleh tawa kecil yang melengking, tawa dingin yang menggetarkan udara.

(5) Kakiku membeku, terpaku pada tanah yang lembap. Aku tak bisa berteriak, suaraku seakan dicuri oleh keheningan pekat itu. Aku hanya bisa mematung, sementara sesosok bayangan di ujung lorong itu—sebuah siluet ramping dengan rambut panjang yang menjuntai hingga ke tanah—perlahan mulai bergerak. Ia tidak berjalan, melainkan melayang beberapa senti di atas tanah, mendekat dengan gerakan patah-patah yang mustahil.

9. Fokus utama yang ingin dideskripsikan oleh penulis dalam teks tersebut adalah....

10. Deskripsi bagian yang merinci latar belakang mengapa lorong tersebut menjadi terlarang terdapat pada paragraf....

11. Pernyataan berikut yang sesuai dengan isi teks adalah....

12. Makna kiasan dari frasa "sebuah urat nadi buntu" pada paragraf pertama adalah....

13. Perasaan yang paling tepat menggambarkan kondisi psikologis tokoh "aku" pada paragraf 4 dan 5 adalah....

14. Frasa "suara tulang-tulang kecil yang dipatahkan" digunakan penulis untuk mendeskripsikan suara....

15. Puncak ketegangan (klimaks) dari deskripsi peristiwa yang dialami tokoh "aku" terdapat pada paragraf nomor....

16. Berdasarkan keseluruhan deskripsi, dapat ditafsirkan bahwa lorong tersebut adalah tempat yang menyimpan....

Teks 3: Ruang Kerja Maestro

(1) Memasuki ruang kerja almarhum Kakek sama seperti melangkah ke dalam sebuah kapsul waktu yang udaranya membeku. Waktu di sini berjalan dengan ritmenya sendiri, lebih lambat, lebih berat. Udara di dalamnya dipenuhi aroma kertas tua yang rapuh, tinta cina yang tajam, dan wangi tembakau dari pipa cangklong yang seolah masih menyisakan kehangatan napasnya. Ruangan itu tidak luas, namun setiap jengkalnya dipadati oleh rak-rak buku jati yang menjulang hingga ke langit-langit, penuh sesak dengan kitab-kitab bersampul kulit dan gulungan naskah yang menguning seperti kulit manula.

(2) Di tengah ruangan, sebuah meja jati kokoh berdiri seperti seorang pertapa yang khusyuk bermeditasi. Permukaannya adalah sebuah peta buta dari ribuan malam yang dihabiskan Kakek; penuh dengan goresan, torehan, dan noda tinta yang membentuk konstelasi misterius. Di atasnya, beberapa kuas dengan ujung yang sudah mekar tergeletak pasrah di samping botol-botol cat yang isinya telah mengering menjadi batu berwarna. Selembar kanvas yang belum selesai berdiri di atas kuda-kuda penyangga, menampilkan sketsa seekor burung phoenix dengan sapuan arang yang tegas, seolah jiwa burung itu terperangkap di tengah gerakannya, menunggu tangan sang maestro untuk membebaskannya.

(3) Cahaya yang masuk hanya berasal dari satu jendela bundar di dinding barat, seperti mata seekor Cyclops yang mengintip ke dalam. Sinar matahari sore menerobos masuk dengan ragu-ragu, takut mengusik keheningan abadi di ruangan itu. Debu-debu beterbangan di jalurnya, berkilauan seperti serbuk emas dari dunia lain, menari-nari dalam kebisuan sebelum akhirnya hinggap dengan lembut di punggung-punggung buku atau lantai kayu yang tak pernah lagi berderit.

(4) Kakek adalah seorang pelukis kaligrafi, seorang maestro yang tangannya mampu membuat aksara-aksara mati menjadi hidup, menari, dan bercerita. Baginya, ruangan ini bukan sekadar tempat kerja, melainkan sebuah rahim tempat karya-karyanya dilahirkan; sebuah gua pertapaan tempat ia bergulat dengan ide-ide liar. Kini, sang maestro telah tiada. Ruangan ini membisu, kuas-kuasnya mendingin, dan kanvas itu mungkin tak akan pernah selesai. Ia menjadi sebuah monumen bisu yang megah, menyimpan gairah, keringat, dan napas terakhir seorang seniman besar yang menolak untuk benar-benar pergi.

17. Gagasan utama yang dideskripsikan dalam teks tersebut adalah....

18. Deskripsi visual yang paling detail mengenai kondisi meja kerja sang maestro dapat ditemukan pada paragraf....

19. Perhatikan kutipan: "...menampilkan sketsa seekor burung phoenix dengan sapuan arang yang tegas, seolah jiwa burung itu terperangkap di tengah gerakannya, menunggu tangan sang maestro untuk membebaskannya." Makna dari kiasan tersebut adalah....

20. Pernyataan berikut yang tidak sesuai dengan deskripsi ruangan dalam teks adalah....

21. Frasa "permukaannya adalah sebuah peta buta" pada paragraf kedua merupakan majas metafora yang menggambarkan....

22. Makna dari "menolak untuk benar-benar pergi" pada kalimat terakhir adalah....

23. Perasaan yang paling dominan dirasakan oleh tokoh "aku" saat berada di dalam ruangan tersebut adalah....

24. Secara keseluruhan, ruang kerja tersebut dideskripsikan sebagai tempat yang....

Teks 4: Hujan Pertama

(1) Akhirnya ia datang juga, sang tamu yang dirindukan. Hujan pertama setelah kemarau panjang yang memanggang kota ini hingga retak dan kehausan. Awalnya hanya gerimis malu-malu, menitik satu-satu di atas genting dan dedaunan kering, membisikkan janji kesejukan dengan suara yang nyaris tak terdengar. Namun perlahan, bisikan itu berubah menjadi gemuruh, dan langit yang tadinya hanya kelabu kini menggelap pekat, seolah menumpahkan seluruh kesedihan yang telah ditahannya berbulan-bulan.

(2) Dari balik jendela kafe yang berembun, aku memandang jalanan yang mulai bernyawa. Aspal yang tadinya diam dan panas kini menguapkan aroma khas yang menguar ke udara, bau tanah dan debu yang disiram air—parfum nostalgia yang menusuk tajam ke ulu hati. Orang-orang di trotoar yang tadinya berjalan lesu kini berlarian panik, mencari peneduh di emperan toko. Payung-payung warna-warni bermekaran seperti bunga dadakan yang mekar serentak, sebuah pemberontakan warna terhadap langit yang murung.

(3) Musik jazz yang mengalun lembut di dalam kafe menjadi lagu latar yang sempurna. Aku menyesap kopiku yang mulai mendingin, membiarkan pahitnya menari di lidah. Di mejaku, sebuah buku tergeletak dengan halaman terbuka, namun aksara-aksara di dalamnya telah kehilangan makna. Pikiranku ikut hanyut bersama derasnya hujan, berkelana menembus waktu ke sebuah sore yang sama, di sebuah taman kota bertahun-tahun lalu. Sore saat kau tertawa, dan suaramu terdengar lebih merdu dari musik apa pun, sambil kita berlari menembus hujan, tanpa payung, tanpa beban.

(4) Saat itu, dinginnya hujan adalah sebuah kehangatan. Setiap tetesnya adalah confetti yang merayakan kebersamaan kita. Kita adalah dua orang gila yang menjadikan badai sebagai taman bermain, dan genangan air sebagai cermin untuk melihat wajah kita yang berseri-seri. Kita percaya bahwa cerita kita tidak akan pernah larut oleh hujan.

(5) Tapi hujan kali ini terasa berbeda. Ia bukan lagi perayaan, melainkan sebuah requiem, sebuah lagu duka. Ia tak lagi membawa tawa, melainkan hanya gema bisu dari kenangan itu. Setiap tetes air yang menabrak kaca jendela di hadapanku terasa seperti ketukan di pintu hatiku yang telah lama tertutup rapat. Dinginnya bukan lagi dingin yang menyenangkan, melainkan dingin yang menyelinap hingga ke tulang, membekukan rindu yang berusaha kuhangatkan dengan secangkir kopi. Hujan ini, ternyata, adalah seorang pengingat yang kejam dan tanpa ampun.

25. Tema utama yang dideskripsikan melalui teks tersebut adalah....

26. Deskripsi peristiwa yang terjadi di jalanan saat hujan mulai turun dapat ditemukan secara rinci pada paragraf....

27. Frasa "sebuah pemberontakan warna terhadap langit yang murung" memiliki makna kiasan....

28. Perubahan perasaan tokoh dari nostalgia yang manis menjadi kesedihan yang mendalam paling jelas terjadi antara paragraf....

29. Pernyataan yang sesuai dengan isi teks adalah....

30. Makna frasa "rindu yang berusaha kuhangatkan dengan secangkir kopi" adalah....

31. Apa yang dideskripsikan oleh kutipan "aksara-aksara di dalamnya telah kehilangan makna"....

32. Perasaan yang paling tepat untuk menyimpulkan kondisi tokoh "aku" di akhir cerita adalah....

Teks 5: Upacara Bakar Batu

(1) Tanah lapang di lembah itu telah terjaga bahkan sebelum fajar menyingsing dan kabut masih enggan beranjak. Udara pagi yang setajam mata pisau tak menyurutkan semangat ratusan warga suku yang berkumpul dengan napas mengepulkan uap. Di tengah lapangan, sebuah lubang besar telah digali, mulut bumi yang menganga lapar. Di atasnya, tumpukan batu-batu kali sebesar kepala orang dewasa sedang diserahkan pada amukan api unggun raksasa, dibakar hingga membara seperti jantung naga.

(2) Ini adalah upacara Bakar Batu, sebuah ritual kuno yang menjadi denyut nadi kebersamaan, wujud syukur pada alam dan leluhur. Para pria dewasa dengan tubuh kekar yang dirajah peta kehidupan sukunya, sibuk membolak-balikkan batu dengan tongkat kayu panjang. Keringat mereka berkilauan diterpa api, berpadu dengan cat tradisional di wajah mereka. Sementara itu, di sisi lain, kaum perempuan bergerak dalam harmoni, menyiapkan bahan makanan: puluhan ekor babi yang telah disembelih, ubi jalar ungu, talas, dan aneka sayuran hijau yang masih segar oleh embun pagi.

(3) Prosesi puncak dimulai saat batu-batu membara itu dipindahkan ke dalam lubang dengan cekatan. Sebagian diletakkan di dasar, lalu dilapisi daun pisang tebal, menciptakan sebuah perisai wangi. Tumpukan daging, sayuran, dan ubi kemudian dimasukkan seperti persembahan. Lapisan demi lapisan diatur dengan cermat, diselingi batu-batu panas lainnya, hingga lubang itu penuh sesak. Terakhir, lubang ditutup rapat dengan dedaunan dan tanah, mengubahnya menjadi oven bawah tanah raksasa yang menyimpan panas dan rahasia kelezatan.

(4) Waktu penantian adalah waktu untuk perayaan. Sambil menunggu masakan matang selama beberapa jam, tetua adat berdiri di tengah lingkaran, merapalkan doa-doa dalam bahasa kuno yang ritmis, seolah sedang berbicara langsung pada arwah lembah itu. Tarian-tarian perang yang enerjik digelar, hentakan kaki para penari mengguncang tanah, diiringi tabuhan tifa yang bertalu-talu dan nyanyian serak yang menggema di antara tebing-tebing lembah.

(5) Ini bukan sekadar pesta makan. Ini adalah perayaan kehidupan itu sendiri, simbol kebersamaan di mana semua berbagi dari satu "kuali" yang sama. Panasnya batu adalah panasnya persaudaraan, dan aroma masakan yang kelak akan membubung dari dalam tanah adalah wangi dari hati yang bersyukur dan bersatu. Sebuah pelajaran bahwa dari api, batu, dan tanah, lahirlah kehangatan yang sesungguhnya.

33. Deskripsi utama yang disajikan dalam teks tersebut adalah....

34. Berdasarkan teks, fungsi utama dari upacara Bakar Batu adalah....

35. Paragraf yang secara spesifik menggambarkan puncak dari prosesi memasak menggunakan batu panas adalah paragraf....

36. Pernyataan yang tidak sesuai dengan informasi pada teks adalah....

37. Frasa "mulut bumi yang menganga lapar" pada paragraf pertama adalah gaya bahasa untuk mendeskripsikan....

38. "Keringat mereka berkilauan diterpa api, berpadu dengan cat tradisional di wajah mereka." Deskripsi tersebut menggunakan citraan (imaji) yang paling kuat pada indra....

39. Perasaan yang ingin ditonjolkan dari keseluruhan deskripsi upacara Bakar Batu adalah semangat....

40. Berdasarkan paragraf terakhir, makna filosofis dari "panasnya batu" dalam upacara tersebut adalah....

Penutup

Itulah pembahasan singkat tentang ekspresi perasaan melalui teks deskripsi, lengkap dengan soal-soal latihan yang bisa kamu coba. Melalui latihan ini, kamu bisa belajar menyampaikan perasaan secara tertulis dengan cara yang menarik dan menyentuh. Jika ada bagian yang masih membingungkan, kamu boleh membaca ulang ringkasannya atau bertanya kepada guru.

Semoga kamu bisa mendapatkan nilai yang bagus pada saat diujikan materi Ekspresi Perasan melalui Teks Deskripsi ya! Apabila kamu membutuhkan berbagai latihan soal lainnya, jangan lupa mampir ke website LBB Immanuel. Sampai jumpa di artikel selanjutnya!

Posting Komentar